Cedera luka bakar merupakan kasus trauma yang masih sering dihadapi oleh dokter spesialis bedah. Kurang lebih 2-3 juta kasus luka bakar terjadi dalam setahun di Amerika Serikat. Seratus ribu pasien dari kasus tersebut memerlukan perawatan di rumahsakit, dan 5-6 ribu di antaranya meninggal oleh karena luka bakar. Di Indonesia data epidemiogi luka bakar belum ada.
Hal-hal yang menjadi perhatian untuk memperbaiki masalah mortalitas dan morbiditas yang cukup tinggi akibat luka bakar dalam beberapa dekade terakhir adalah: (1) penanganan gawat darurat dan resusitasi awal yang progresif, (2) penatalaksanaan pernafasan dan penanganan cedera inhalasi, (3) mengontrol infeksi, (4) eksisi luka bakar dan skin grafting lebih awal, (5) modulasi respon hipermetabolik terhadap cedera.
Etiologi.
Etiologi (penyebab) yang dapat menginduksi luka bakar yang sering terjadi antara lain; suhu panas (api, air, uap air), suhu dingin (frost bite), listrik (elektrik), zat kimia (zat asam kuat, zat basa kuat), radiasi, dan sinar laser.
Derajat Luka Bakar
Derajat luka bakar dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu:
1. Derajat satu
2. Derajat dua (partial thickness skin burn),
3. Derajat tiga (full thickness skin burn).
Yang menjadi penting dalam klinis adalah derajat dua dan derajat tiga
Luas (ukuran) luka bakar diukur atas persentasi terhadap luas tubuh pasien. Metoda klasik yang sering dipergunakan untuk memperkirakan luas luka bakar adalah Hukum Sembilan (rule of nine), namun dengan metoda ini perkiraan menjadi kurang akurat. Salah satu metoda untuk memperkirakan luas luka bakar lebih akurat adalah dengan menggunakan Tabel Lund & Browder (lampiran). Luas luka bakar yang diperhitungkan dalam kepentingan klinis adalah luka bakar derajat 2 dan derajat 3.
Penanganan Pre-Hospital
Seringkali korban didapatkan berlari dengan baju terbakar api dan berkobar-kobar. Untuk mencegah luka bakar menjadi serius maka dapat dilakukan tindakan STOP, DROP, and ROLL (hentikan, jatuhkan, dan gulingkan) untuk memadamkan api pada baju.
Penanganan Resusitasi
Sesuai dengan prinsip basic life support maka tindakan resusitasi harus dilakukan dengan urutan penilaian, tindakan, dan evaluasi terhadap:
(A) Airway (Jalan Nafas)
Hal terpenting yang harus diperhatikan adalah penilaian terhadap jalan nafas. Trauma inhalasi yaitu tersumbatnya jalan nafas akibat edema yang disebakan trauma panas pada jalan nafas itu sendiri
(B) Breathing (Ventilasi)
Bila didapatkan tanda-tanda syok, harus segera dilakukan resusitasi cairan.
(D) Disability (Trauma Penyerta) Seringkali perhatian terhadap korban luka bakar tertuju pada luka bakarnya itu sendiri, padahal tidak jarang trauma termal disertai trauma lainnya yang dapat lebih menyebabkan kematian
Oleh karena itu setiap korban luka bakar di ruang emergensi harus dilucuti semua pakaian yang digunakan untuk dapat melihat semua jejas yang mengarahkan ke trauma penyerta.
Monitoring
Setelah melakukan tindakan resusitasi, hal penting yang harus diperhatikan adalah monitoring terhadap pasien.
kalo zat kimia untuk membuat luka apa ya.. untuk seperti luka sayat atau terbuka pada tikus putih..
BalasHapus