Selamat datang di blog kami, selamat menikmati

DO IT THE BEST FOR OTHERS

Hidup kita akan terasa lebih INDAH jika kita selalu mensyukuri setiap nikmat yang dianugerahkan Tuhan dan selalu siap berbagi dengan sesama yang membutuhkannya serta selalu mengupayakan yang terbaik bagi kita dan berdayaguna bagi sesama.

Kamis, 03 Maret 2011

YOGYAKARTA UNTUK INDONESIA

Dari Sabang sampai Merauke, 
dari Pulau Rote sampai Miangas
itulah,............................... INDONESIA




Jogja untuk Indonesia

      Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan Propinsi yang mempunyai status sebagai Daerah Istimewa. Status Daerah Istimewa ini berkaitan dengan sejarah terjadinya Propinsi ini, pada tahun 1945, sebagai gabungan wilayah Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman, yang menggabungkan diri dengan wilayah Republik Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, oleh Bung Karno dan Bung Hatta.

      Ujung sebelah Utara dari propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan puncak gunung Merapi yang memiliki ketinggian lk. 2920 meter diatas permukaan laut. Oleh para ahli gunung berapi (vulcanolog) internasional, gunung api ini sangat terkenal karena bentuk letusannya yang khas dan sejenis dengan letusan gunung api Visuvius di Italia. Sampai saat ini gunung ini gunung Merapi sangat aktif Puncaknya mengepulkan asap, yang merupakan panorama khas yang melatar-belakangi pemandangan kota Yogyakarta sebelah Utara.Luas Propinsi Daerah Istimewa, lebih kurang 3.186 Km2 berpenduduk 3.020.837 orang (data Juni 1990) dan terbagi menjadi 5 Daerah tingkat II, yakni : Kotamadya Yogyakarta, yang merupakan Ibu kota propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten Sleman, dengan Ibukota Sleman, yang terkenal dengan salak pondohnya, Kabupaten Bantul, dengan ibukota Bantul, yang terkenal dengan geplaknya, Kabupaten Kulonprogo, dengan Ibukota kota Wates, yang terkenal dengan growolnya, Kabupaten Gunung Kidul dengan Ibukota Wonosari yang terkenal dengan gapleknya. Setelah wafatnya Sri Sultan Hamengku Buwono ke IX sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Daerah Istimewa Yogyakarta , Pejabat Gubernur Kepala Daerah Propinsi DIY dijabat oleh Sri Paku Alam VIII yang sebelumnya sebagai Wakil Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta

SEJARAH YOGYAKARTA




      Antara tahun 1568 – 1586 di pulau Jawa bagian tengah, berdiri Kerajaan Pajang yang diperintah oleh Sultan Hadiwijaya, di mana semasa mudanya beliau terkenal dengan nama Jaka Tingkir. Dalam pertikaian dengan Adipati dari Jipang yang bernama Arya Penangsang, beliau berhasil mucul sebagai pemenang atas bantuan dari beberapa orang panglima perangnya, antara lain Ki Ageng Pemanahan dan putera kandungnya yang bernama Bagus Sutawijaya, seorang Hangabehi yang bertempat tinggal di sebelah utara pasar dan oleh karenanya beliau mendapat sebutan : Ngabehi Loring Pasr. Sebagai balas jasa kepada Ki Ageng Pemanahan dan puteranya itu, Sultan Pajang kemudian memberikan anugerah sebidang daerah yang disebut Bumi Menataok, yang masih berupa hutan belantara, dan kemudian dibangun mejadi sebuah “tanah perdikan”. Sesurut Kerajaan Pajang, Bagus Sutawijaya yang juga menjadi putra angkat Sultan Pajang, kemudian mendirikan Kerajaan Mataram di atas Bumi Mentaok dan mengakat diri sebagai Raja dengan gelar Panembahan Senopati. Salah seoran putera beliau dari pekawinannya dengan Retno Dumilah, putri Adipati Madiun, memerintah Kerajaan Mataram sebagai Raja ketiga, dan bergelar Sultan Agung Hanyokrokusumo, Beliau adalah seorang patriot sejati dan terkenal dengan perjuangan beliau merebut kota Batavia, yang dekarang disebut Jakarta, dari kekuasaan VOC, suatu organisasi dagang Belanda. Waktu terus berjalan dan peristiwa silih berganti. Pada permulaan abad ke-18, Kerajaan Mataram diperintah oleh Sri Sunan Paku Buwono ke II. Setelah beliau mangkat, terjadilah pertikaian keluarga, antara salah seorang putra beliau dengan salah seorang adik beliau, yang merupakan pula hasil hasutan dari penjajah Belanda yang berkuasa saat itu. Petikaian itu dapat diselesaikan dengan bik melalui Perjanjian Ginyanti, yang terjadi pada tahun 1755, yang isi pokoknya adalah Palihan Nagari, yang artinya pembagian Kerajaan menjadi dua, yakni Kerajaan Surakata Hadiningrat dibawah pemerintah putera Sunan Paku Buwono ke-III, dan Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat dibawah pemerintahan adik kandung Sri Sunan Paku Buwono ke-II yang kemudian bergelar Sultan Hamengku Buwono I. Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat ini kemudian lazim disebut sebagai Yogyakarta dan sering disingkat menjadi Jogja. Pada tahun 1813, Sri Sultan Hamengku Buwono I, menyerahkan sebagian dari wilayah Kerajaannya yang terletak di sebelah Barat sungai Progo, kepada salah seorang puteranya yang bernama Pangeran Notokusumo untuk memerintah di daerah itu secara bebas, dengan kedaulatan yang penuh. Pangeran Notokusumo selanjutnya bergelar sebagai Sri Paku Alam I, sedang daerah kekuasaan beliau disebut Adikarto. Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, beliau menyatakan sepenuhnya berdiri di belakang Negara Republik Indonesia, sebagai bagian dari negara persatuan Republik Indonesia, yang selanjutnya bersatatus Daerah Istimewa Yogyakarta (setingkat dengan Propinsi), sampai sekarang.

KOTA PELAJAR

      Antara awal tahun 1946 sampai akhir tahun 1949, selama lebih kurang 4 tahun, Yogyakarta menjadi Ibukota Negara RI. Pada masa itu para pimpinan bangsa Indonesia berkumpul di kota perjuangan ini. Seperti layaknya sebuah ibukota, Jogja memikat kedatangan para kaum remaja dari seluruh penjuru tanah air yang ingin berpartisipasi dalam mengisi pembangunan negara ini yang baru saja medeka. Namum untuk dapat membangun suatu negara diperlukan tenaga-tenaga ahli, terdidik dan telatih. Dan karena itulah yang melatar belakangin pemerintah RI untuk mendirikan sebuah Universitas, yang kita kenal dengan nama Universitas Gajah Mada, merupakan Universitas Negeri pertama yang lahir pada masa kemerdekaan.
      Selanjutnya diikuti dengan berdirinya akademi di bidang kesenian(Akademi Seni Rupa Indonesia dan Akademi Musik Indonesia), serta sekolah tinggi di bidang agama Islam (Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri, yang selanjutnya menjadi IAIN Sunan Kalijaga). Pada waktu selanjutnya juga bediri lembaga-lembaga pendidikan baik negeri maupun swasta di kota Yogyakarta, sehingga hampir tidak ada cabang ilmu pengetahuan yang tidak diajarkan di kota ini. Hal ini menjadikan kota Jogja tumbuh menjadi kota pelajar dan pusat pendidikan. Hingga saat ini telah banyak berdiri Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan, salah satu diantaranya adalah Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan WIRA HUSADA, beralamat di Jl. Babarsari, Glendongan, Tambakbayan, Depok, Sleman 55281 Telepon 0274 485110. Dengan adanya SK Mendiknas Nomor 213/D/O/2008 STIKES Wira Husada menyelenggarakan 4 Program Studi (Prodi) yaitu S-1 Keperawatan (KP), S-1 Kesehatan Masyarakat (KM), D-III Keperawatan (D-III KP) dan D-III Kesehatan Lingkungan (D-III Kesling).
Sarana mobilitas paling populer di kalangan pelajar ,mahasiswa, karyawan, pegawai, pedagang dan masyarakat umum adalah sepeda dan sepeda motor, yang merupakan sarana trasportasi yang digunakan baik siang mupun di malam hari. Hal ini menjadikan Jogja juga dikenal dengan sebutan kota sepeda.

PUSAT KEBUDAYAAN


      Pada hakekatnya, seni budaya yang asli dan indah selalu terdapat di lingkunggan kraton dan daerah disekitarnya. Sebagai bekas suatu Kerajaan yang besar, maka Yogyakarta memiliki kesenian dan kebudayaan yang tinggi dan bahkan merupakan pusat sumber seni budaya Jawa. Hal ini dapat kita lihat dari peninggalan seni-budaya yang dapat kita saksikan pada pahatan pada monumen-monumen peninggalan sejarah seperti candi-candi, istana Sultan dan tempat-tempat lain yang masih berkaitan dengan kehidupan istana. Dan sebagian dapat disaksikan pada moseum-moseum budaya. Kehidupan seni tari dan seni lainnya juga masih berkembang pesat di kota Jogja serta nilai-nilai budaya masyarakat Jogja terukap pula dalam bentuk arsitektur rumah penduduk, dengan bentuk joglonya yang banyak dikenal di seluruh Indonesia. Andhong antik di Jogja memperkuat kesan, bahwa Yogyakarta masih memiliki nilai-nilai tradisional. Seniman terkenal dan seniman besar besar yang ada di Indonesia saat ini, banyak yang didik dan digembleng di Yogyakarta. Sederetan nama seniman seperti Affandi, Bagong Kusudiharjo, Edi Sunarso, Saptoto, Amri Yahya, Kuswadji Kawindro Susanto dan lain-lain merupakan nama-nama yang ikut memperkuat peranan Yogyakarta sebagai Pusat Kebudayaan.

DAERAH TUJUAN WISATA
Seputaran Kantor Pos di waktu malam hari
Pantai Parangtritis di Bantul

Pesona Pantai Kukup Gunung Kidul
  
Pesona Merapi di Sleman
Waduk Sermo Kulon Progo


Pada masa sekarang, seluruh predikat Yogyakarta luluh mejadi satu dan berkembang menjadi satu dimensi baru : Yogyakarta Sebagai Daerah Tujuan Wisata. Keramah tamahan yang tulus, khas Yogyakarta, akan menyambut para wisatawan di saat mereka datang, dengan kemesraan yang dalam akan mengiring, saat mereka meninggalkan Yogya, dengan membawa kenangan manis yang tidak akan mereka lupakan sepanjang masa. Peranannya sebagai kota Perjuangan, daerah Pelajar dan Pusat Pendidikan, serta daerah Kebudayaan, ditunjang oleh panorama yang indah, telah mengangkat Yogyakarta sebagai Daerah yang menarik untuk dikunjungi dan mempesona untuk disaksikan. Yogyakarta juga memiliki berbagai fasilitas dengan kualitas yang memadai yang tersedia dalam jumlah yang cukup, Kesemuanya itu akan bisa memperlancar dan memberi kemudahaan bagi para wisatawan yang berkunjung ke kota Yogya. Sarana transportasi, akomodasi dan berbagai sarana penunjang lainnya, seperti santapan makan-minum yang lezat, serta aneka ragam cinderamata, mudah diperoleh di mana-mana.

sumber : http://www.akulahindonesia.co.cc/2010/12/jogja-untuk-indonesia.html
ada beberapa tambahan kutipan + gambar dari penulis 

Rabu, 02 Maret 2011

KEISTIMEWAAN DIY

Seperti dikutip oleh Harian Kedaulatan Rakyat, pada tanggal 02 Maret 2011 : "korannya orang Jogja", Simbolisasi antara TUGU - KRATON - KRAPYAK, seakan menjawab sejumlah pertanyaan keraguan beberapa anggota Komisi II DPR RI ttg kepemimpinan Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam. Sultan menjelaskan tentang makna simbolisasi garis lurus TUGU - KRATON - BETENG KRAPYAK. Bahkan makna yang sekaligus nilai nilai kepemimpinan tersebut telah terbangun sejak lama.
Diuraikan Sri Sultan Hamengku Buwono X, Tugu yang berada diutara kraton dan kemudian Beteng Krapyak yang di selatan Kraton memiliki nilai pesan yang tinggi, Dari Kraton ke utara (Tugu), merupakan simbolisasi "HABLUN MINALLAH". Sedangkan Kraton ke selatan merupakan simbolisasi "HABLUN MINANNAS".
Dalam konteks itu, Sultan yang bertahta punya kewajiban mengantarkan setiap umat atau rakyat tanpa membedakan latar belakang dan agamanya. Ke utara, untuk membangun keimanan, ketaqwaan, keselamatan. Untuk ke selatan mengandung maksud antara rakyat dan pemimpin adalah satu. Dalam konteks seperti ini, jelasnya, Sultan harus melaksanakan kewajiban dengan segala keikhlasan. Tidak boleh menerimabagian dari Pengabdiannya itu. Nah, jangan melihat Kraton dan Pakualaman seperti dalam cerita kerajaan, hal itu keliru. Atau menyamakan dengan Pemerintah di Malaysia, Brunei dan negara Eropa lainnya. Karena simbol seperti Tugu - Krapayak itu, sebagai dasar : bagaimana pemerintah daerah DIY mensejahterakan rakyatnya, kata beliau.
Itu pula yang mendasari pemimpin di DIY, karena ketika menjadi bagian dari Republik, SPIRIT MERAH PUTIH, SPIRIT PANCASILA, dan SPIRIT KEBHINEKAan menjadi spirit yang harus dipegang. Karena dengan cara itu, memungkinkan bicara rasa KeTuhanan, rasa Kemanusiaan dan rasa Keadilan. Kalau mau mengkhianati itu, kalau melewati TUGU, ya dihancurkan saja. (janganlah pak, nanti simbol Jogja hilang kalau tugu dihancurkan,........penulis)
Sultan mengingatkan kembali, tentang terbentuknya DIY, sebelum terbentuk DIY, NEGERI NGAYOGYAKARTA dan PAKUALAMAN telah mempunyai dasar hukum, atau koninklijk besult dari Ratu Wihelmina sebagai DAERAH YG BERDAULAT, sehingga secara hukum internasional kedudukannya sama dengan sebuah negara. Sehingga pada waktu RIS Belanda tidak dapat masuk ke Yogyakarta dan oleh karenanya Yogyakarta dijadikan IBUKOTA NEGARA RI. Karena kedaulatan Negeri Yogyakarta dan Pakualaman dihormati.
Keputusan bergabungnya Ngayogyakarta dan Pakualaman memiliki arti penting bagi Indonesia. Karena itu Sultan menjelaskan adanya ijab qobul anatar Negeri Ngayogyakarta dan Kadipaten Pakualaman dengan Pemerintah RI, yakni Presiden Soekarno (waktu itu-penulis) "Keduanya adalah negara yang berdaulat dan tidak pernah menyerahkan kekuasaannya kepada Republik Indonesia (RI), tetapi yang terjadi adalah berINTEGRASI

Usulan tentang Keistimewaan Yogya, sudah diluncurkan, berbagai aksi damai sudah dijalankan, kita tinggal menunggu kebijakan dan kearifan pemerintah RI didalam menyikapinya
Malioboro sekitar tahun 1948

 Alun alun Utara tahun 1888
Kantor Pos tempo doeloe

ASAL MULA KEISTIMEWAAN YOGYAKARTA HADININGRAT

Pro dan kontra Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) Yogyakarta mengerucut pada satu tema, Gubernur dipilih langsung oleh rakyat atau ditetapkan. Perbedaan pendapat antara Istana dengan Sri Sultan Hamengku Buwono X semakin kentara saat wacana referendum mengemuka.
Sultan meminta keputusan penentuan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dipilih secara langsung harus disepakati melalui referendum. Pemerintah dan DPR, kata Raja Yogyakarta itu, tak bisa menentukan itu sendiri.
Keistimewaan Yogyakarta dipertanyakan? Pada Jumat 26 November lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat membuka rapat kabinet terbatas di kantornya mengatakan tidak pernah melupakan sejarah dan keistimewaan DIY

Keistimewaan DIY itu sendiri berkaitan dengan sejarah dari aspek-aspek lain yang harus diperlakukan secara khusus sebagaimana pula yang diatur dalam Undang-undang Dasar. Maka itu harus diperhatikan aspek Indonesia adalah negara hukum dan negara demokrasi.

Pernyataan ini yang mungkin menuai kontroversi. "Nilai-nilai demokrasi tidak boleh diabaikan. Oleh karena itu, tidak boleh ada sistem monarki yang bertabrakan dengan konstitusi mau pun nilai-nilai demokrasi," kata SBY.

Sejak sebelum Indonesia merdeka, baru kali ini Keistimewaan Yogyakarta dipertanyakan. Status sebagai Daerah Istimewa itu merujuk pada runutan sejarah berdirinya propinsi ini, baik sebelum maupun sesudah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.

Sebelum Indonesia merdeka, Yogyakarta sudah mempunyai tradisi pemerintahan karena Yogyakarta adalah Kasultanan, termasuk di dalamnya terdapat juga Kadipaten Pakualaman. Daerah yang mempunyai asal-usul dengan pemerintahannya sendiri, di zaman penjajahan Hindia Belanda disebut Zelfbesturende Landschappen. Di zaman kemerdekaan disebut dengan nama Daerah Swapraja.


Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat berdiri sejak 1755 didirikan oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sultan Hamengku Buwono I. Kadipaten Pakualaman, berdiri sejak 1813, didirikan oleh Pangeran Notokusumo, (saudara Sultan Hamengku Buwono II ) kemudian bergelar Adipati Paku Alam I.

Pemerintah Hindia Belanda saat itu mengakui Kasultanan maupun Pakualaman, sebagai kerajaan dengan hak mengatur rumah tangga sendiri. Semua itu dinyatakan dalam kontrak politik. Terakhir kontrak politik Kasultanan tercantum dalam Staatsblad 1941 No 47 dan kontrak politik Pakualaman dalam Staatsblaad 1941 Nomor 577.

Pada saat Proklamasi Kemerdekaan RI, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII mengetok kawat kepada Presiden RI, menyatakan bahwa Daerah Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualaman menjadi bagian wilayah Negara Republik Indonesia, serta bergabung menjadi satu mewujudkan satu kesatuan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. Pegangan hukumnya adalah:

1. Piagam kedudukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 19 Agustus 1945 dari Presiden RI

2. Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Amanat Sri Paku Alam VIII tertanggal 5 September 1945 (yang dibuat sendiri-sendiri secara terpisah)

3. Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 30 Oktober 1945 (yang dibuat bersama dalam satu naskah).

Dengan dasar pasal 18 Undang-undang 1945, DPRD DIY menghendaki agar kedudukan sebagai Daerah Istimewa untuk Daerah Tingkat I, tetap lestari dengan mengingat sejarah pembentukan dan perkembangan Pemerintahan Daerahnya yang sepatutnya dihormati.

Pasal 18 undang-undang dasar 1945 itu menyatakan bahwa "pembagian Daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem Pemerintahan Negara dan hak-hak asal-usul dalam Daerah-daerah yang bersifat Istimewa".

Sebagai Daerah Otonom setingkat Propinsi, DIY dibentuk dengan Undang-undang No.3 tahun 1950, sesuai dengan maksud pasal 18 UUD 1945 tersebut. Disebutkan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta adalah meliputi bekas Daerah/Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualaman.

diambil dari sumber : http://www.akulahindonesia.co.cc/2010/12/asal-mula-keistimewaan-yogyakarta.html#